Monthly Archives: Mei 2011

Mengukir Sejarah dan Perubahan

 

 

 

 

 

 

 

0leh: Achmad Firdaus, S.Si*

Mentari pagi telah bersinar cerah

Mengapa masih harus duduk sambil menengadah

Bukankah kau punya tangan dan kaki yang kuat
Untuk dapat bekerja dengan giat

 Engkau tahu bahwa engkau adalah anak bangsa

Maka jangan kau nodai tanganmu dengan kehinaan
Ambillah seonggok kertas dan goreskan pena
Untuk sebuah cinta dan perubahan

 

Tibalah saat di mana diri ini berdiri
Mendongak menatap langit dengan percaya diri
Melupakan seluruh dengki dan rasa iri
Memulai mengukir sejarah dan jati diri

 

Merangkaklah walau itu sulit bagimu
Berdirilah dan ambil semangat-semangat baru
Berjalan dan kobarkalah jiwa pembaharu
Lalu bakarlah hingga membara semangatmu itu
Lihatlah rumput-rumput merasakannya hingga terbakar karenamu
Angin pun bersahabat denganmu
Lalu apa yang kau takutkan dengan semua itu

Ayo maju dan ukirlah sejarah bangsamu

 

Bangun dan bukalah matamu anak muda!
Kau ada di sini untuk menaklukkan dunia
Sebuah tujuan dan bukan sebuah angan belaka
Goresan penamu dapat merubah dunia

Inilah kesungguhan dan cita-cita mulia

 

Musuhmu adalah mereka yang mengambil milikmu
Musuhmu adalah mereka yang menggerogoti bangsamu
Gertaklah mereka dengan raungan dan aumanmu
Terkam mereka dengan ide cemerlangmu

Tulislah semua cerita hari-harimu
Ajarkan kebenaran dan keadilan kepada anak cucumu
Hingga suatu saat merekalah yang pantas menjadi pewarismu

 

Hingga nanti ketika kita menang

Sejarah ini akan terukir gamblang
Kan aku tampilkan pose menantang
Kutunjukkan wajahku yang senang dan riang
Aku tertawa karena sejarah akan terulang


Hingga saat itu tiba, tak akan ku ubah hasrat ini
Hingga saat itu tiba, kaki ini akan tetap berdiri
Sebelum berkarat ataupun patah pena ini
Sebelum diambilnya jiwa ini

 

SEKALI MENULIS, SELAMANYA MENGINSPIRASI

Oleh: Achmad Firdaus, S.Si

Siklus waktu telah menyeret kita jauh, dan jauh. Selamat tinggal dunia, bagi orang yang dangkal hatinya. Dia sebenarnya sudah mati walaupun masih dianggap hidup. Harapan palsu masih meninggalkan prasangka, meski tiada yang lebih indah dari pada sekadar harapan dari mata air imajinasi. Mungkin manusia telah berevolusi atau bermetamorfosa menjadi makhluk habituatif, terbiasa melihat keterbelakangan dan memakluminya. Ketika kita hanya memandang sesuatu dengan cara biasa, semuanya akan tampak biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa, seakan memang demikianlah seharusnya. Banyak hal kecil yang sesungguhnya memiliki makna yang begitu besar, jika saja kita mau sedikit memperhatikan, sedikit melihat lebih ke dalam, dan sedikit saja berpikir, maka kita akan menemukan energi inspiratif sekaligus menginspirasi dunia dengan ide-ide yang kita miliki.

Hakikat hidup ini tidak lain adalah rangkaian proses belajar dan menempa diri agar menjadi lebih baik senantiasa. Sungguh, begitu banyak hal dapat disajikan dari perjalanan detik demi detik kehidupan kita. Hal-hal yang kita pikirkan, kita lihat, kita dengar, kita keluarkan melalui lisan, bahkan yang kita abadikan melalui tulisan semuanya bisa menjadi sesuatu yang monumental dan sarat makna yang dapat memperkaya khazanah pengalaman kita untuk selanjutnya dijadikan modal bagi proses perbaikan diri. Maka ukirlah ide-ide positif itu menjadi tulisan, karena sekali menulis, maka akan menginspirasi selamanya.

Melalui tulisan, kita tebar ide-ide yang menggerakkan jiwa untuk bangkit, menyingkirkan selimut yang membelit diri dan bertindak melakukan sebuah perubahan. Karena melalui tulisan akan menjukkan potret manusia yang mencintai ilmu. Menulis bukan sekedar menggoyangkan pena, tapi juga untuk memberi makna dalam kata-kata yang kita tulis. Hal ini bisa dilihat dari ruang pengaruh dari karya-karya penulis terdahulu yang merupakan buah ketulusan dan keikhlasan mereka. Lebih dari itu, kenyataan ini adalah buah kesungguhan yang mereka tunaikan di masa silam. Lalu, apa yang akan kita lakukan pada zaman ini? Apa yang segera kita tunaikan untuk masa-masa yang akan datang?

Tulisan, Membentuk Opini dan Mengukir Sejarah

Saat fakta telah mengungkap, rentetan opinipun telah menyatakan suramnya kehidupan saat ini, ketika pergolakan antara kebenaran dan kebathilan tak dapat dipungkiri lagi, terlebih lagi dalam lingkup kehidupan kita saat ini yang tersibak lurus-miring, terungkap efektif-inefektif atau berefek positif-negatif. Tentunya akan menjadi sesuatu yang sangat berarti jika manusia masa kini menebar ide-ide positif melalui goresan pena mereka, maka dengan tulisan itu akan memberikan sebuah perubahan ke arah yang lebih baik.

Walau hanya salah satu peluang, tak mengapa, ini adalah kerja mulia yang membuat nafas kehidupan kita berumur panjang walau kita tak bernyawa lagi. Walau nyawa kita tak bersama diri kita lagi, tapi karya kita bisa dibaca oleh generasi setelah kita. Kita harus yakin bahwa di setiap kata yang kita tuliskan ada manfaatnya untuk siapapun. Untuk zaman di mana kita tak hidup di dunia lagi. Percayalah suatu saat ada manfaatnya untuk semua orang. Dan yang terpenting adalah bahwa goresan pena kita saat ini akan menjadi catatan yang tak terlupakan di masa yang akan datang.

“Penulis adalah para pejuang makna yang betul-betul memahami makna” itulah sebuah pernyataan yang tidak bisa diganggu gugat. Namun satu hal yang patut diketahui bahwa menulis adalah aktivitas yang sangat mudah dan menyenangkan. Berbeda dengan penulis-penulis besar terdahulu yang mengalami tekanan secara politik atau psikologis, namun mereka tetap menunaikan aktivitasnya dengan tulus, karena mereka yakin bahwa  menulis adalah bahasa nurani, bahasa jiwa untuk kemanusiaan. Menulis adalah sarana paling tepat untuk mengungkapkan semua isi hati dan pikiran. Ia adalah sarana paling elegan untuk mengungkap setiap warna yang tercecer dalam ruang hati dan pikiran penulisnya kemudian menyatukannya dalam titik temu antara kertas dan pena.

Semoga kita mendapatkan suasana yang terbaik untuk menuliskan semua ide dan mimpi-mimpi besar yang dapat mengispirasi dunia, semoga pena kita dapat bertutur sejujur mungkin tentang kebaikan, tentang kebenaran, tanpa keterpaksaan dan tanpa unsur takabur. Menemukan makna, mengikatnya, mengurainya, lalu mengemas kembali untuk membagi-bagikannya. Wallahu a’lam.