Arsip Blog

Pencetus Teori Relativitas, Bukan Einstein

Mungkin anda pernah mendengar istilah “Relativitas”, bagi anda yang pernah belajar Fisika pasti tau akan hal tersebut, bahkan pelajar-pelajar sekolah tingkat menengah pun mayoritas mengetahuinya atau paling tidak pernah mendengar istilah ini. Apa sebenarnya ‘kehebohan’ istilah ini sampai-sampai kita butuh sedikit waktu untuk membahasnya? Tulisan ini saya buat terkait dengan tulisan saya sebelumnya yang bertajuk “Teori Relativitas Einstein Dalam Al Qur’an?” yang saya upload 08-08-08 silam. Ada seorang teman yang bertanya, bukannya teori ini pernah ada sebelum Einstein? Olehnya itu kita perlu sedikit melihat ada fakta apa di balik teori relativitas ini?

Pada awal abad ke-20 M dunia sains modern dibuat takjub oleh sebuah penemuan seorang ilmuwan bernama Albert Einstein. Tepatnya tahun 1905 Fisikawan berkebangsaan Jerman itu mempublikasikan sebuah teori yang dikenal dengan istilah special relativity theory atau teori relativitas khusus. Satu dasawarsa kemudian, Einstein yang didaulat Majalah Time sebagai tokoh abad XX itu mencetuskan teori relativitas umum yang dikenal dengan general relativity theory.

Teori relativitas itu dirumuskannya  sebagai E= mc2.  Rumus teori relativitas yang begitu populer ini menyatakan kecepatan cahaya adalah konstan. Teori relativitas khusus yang dilontarkan Einstein berkaitan dengan materi dan cahaya yang bergerak dengan kecepatan sangat tinggi. Sedangkan, teori relativitas umum menyatakan, setiap benda bermassa menyebabkan ruang-waktu di sekitarnya melengkung (efek geodetic wrap). Melalui kedua teori relativitas itu Einstein menjelaskan bahwa gelombang elektromagnetis tidak sesuai dengan teori gerakan Newton. Gelombang elektromagnetis dibuktikan bergerak pada kecepatan yang  konstan, tanpa dipengaruhi gerakan sang pengamat, sehingga akhirnya teori ini dipercaya telah menggantikan pendapat Newton tentang ruang dan waktu kemudian memasukan elektromagnetisme sebagaimana tertulis oleh Persamaan Maxwell.

Inti pemikiran kedua teori tersebut menyatakan dua pengamat yang bergerak relatif terhadap masing-masing akan mendapatkan waktu dan interval ruang yang  berbeda untuk kejadian yang sama.  Meski begitu, isi hukum fisik akan terlihat sama oleh keduanya. Dengan ditemukannya teori relativitas, manusia bisa menjelaskan sifat-sifat materi dan struktur alam semesta.

Pada tanggal 4 Desember 1922 Einstein pernah menyampaikan kuliah umum di Kyoto Imperial University, dia mengatakan bahwa pertama kali mendapatkan ide untuk membangun teori relativitas  sekitar tahun lalu 1905, dia tidak dapat mengatakan secara eksak dari mana ide semacam ini muncul, namun yakin bahwa ide ini berasal dari masalah optik pada benda-benda yang bergerak.

Siapa Sebenarnya Pencetus Teori Relativitas?

Teori relativitas merupakan revolusi dari ilmu matematika dan fisika. Benarkah Einstein pencetus teori ini? Di dunia Barat sendiri ada yang meragukan kalau teori relativitas pertama kali ditemukan Einstein. Sebab, Ada yang berpendapat bahwa  Teori relativitas pertama kali diungkapkan oleh Galileo Galilei dalam karyanya bertajuk Dialogue Concerning the World’s Two Chief Systems pada tahun 1632.

Namun faktanya, 1100 tahun sebelum Einstein mencetuskan teori relativitas, Teori ini ternyata telah lama dicetuskan oleh saintis dan filosof legendaris Muslim di abad ke 9 Masehi. Dialah Abu Yusuf bin Ashaq al-Kindi atau di kenal dengan nama Al Kindus di dunia Barat.

Sesungguhnya tak mengejutkan jika ilmuwan besar sekaliber Al-Kindi telah mencetuskan teori itu pada abad ke-9 M.  Apalagi, ilmuwan keturunan Yaman yang lahir di Kufah tahun 185 H/796 M itu pasti sangat menguasai  kitab suci Al Qur’an.  Sebab, tak diragukan lagi jika ayat-ayat Al Qur’an mengandung pengetahuan yang absolut dan selalu menjadi kunci tabir misteri yang meliputi alam semesta raya ini.

Teori yang di gagas Einstein juga hampir sama. Ia menyatakan bahwa “Eksistensi-eksistensi dalam dunia ini terbatas, walaupun eksistensi itu sendiri tidak terbatas”. Tentu saja karena kedua ilmuwan ini hidup dan berkarya di zaman yang berbeda, maka temuan dari Einstein akan lebih mendetail dan dijelaskan dengan dukungan penelitian dan pengujian ilmiah. Bahkan telah terbukti dengan adanya ledakan bom atom di Nagasaki dan Hiroshima. Namun yang jelas, ternyata teori relativitas yang di gagas oleh Albert Einstein pada abad ke 20 telah lebih dulu di temukan oleh Abu Yusuf bin Ashaq al-Kindi sekitar seribu seratus tahun sebelumnya.

Aya-ayat Al Qur’an yang begitu menakjubkan inilah yang mendorong para saintis Muslim di era keemasan mampu meletakkan dasar-dasar sains modern. Sayangnya, karya-karya  serta pemikiran para saintis Muslim dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah  ditutup-tutpi dengan cara-cara yang sangat jahat.

Dalam  Al-Falsafa al-Ula, Al-Kindi telah mengungkapkan dasar-dasar teori relativitas. Sayangnya, sangat sedikit umat Islam yang mengetahuinya. Sehingga, hasil pemikiran yang brilian dari era kekhalifahan Islam itu seperti tenggelam ditelan zaman begitu saja.

Menurut Al-Kindi, fisik bumi dan seluruh fenomena fisik adalah relatif. Relativitas adalah esensi dari hukum eksistensi. “Waktu, ruang, gerakan, benda semuanya relatif dan tak absolut,” Namun, ilmuwan Barat seperti Galileo, Descartes dan Newton menganggap semua fenomena itu sebagai sesuatu yang absolut. Hanya Einstein yang sepaham dengan Al-Kindi.

“Waktu hanya eksis dengan gerakan, benda dengan gerakan, gerakan dengan benda,” papar Al-Kindi. Selanjutnya, Al-Kindi berkata: ”jika ada gerakan, di sana perlu benda. Jika ada sebuah benda, di sana perlu gerakan.” Pernyataan Al-Kindi itu menegaskan bahwa seluruh fenomena fisik adalah relatif satu sama lain. Mereka tak independen dan tak juga absolut.

Gagasan yang dilontarkan Al-Kindi itu sangat sama dengan apa yang diungkapkan Einstein dalam teori relativitas umum. “Sebelum  teori relativitas dicetuskan, fisika klasik selalu menganggap bahwa waktu adalah absolute,” papar Einstein dalam La Relativite. Menurut Einstein, kenyataannya pendapat yang dilontarkan oleh Galileo, Descartes dan Newton itu  tak sesuai dengan definisi waktu yang sebenarnya.

Menurut Al-Kindi,  benda, waktu, gerakan dan ruang tak hanya relatif terhadap satu sama lain, namun juga  ke obyek lainnya dan pengamat yang memantau mereka. Pendapat Al-Kindi itu sama dengan apa yang diungkapkan Einstein.

Dalam  Al-Falsafa al-Ula, Al-Kindi mencontohkan seseorang yang melihat sebuah obyek yang ukurannya lebih kecil atau lebih besar menurut pergerakan vertikal antara bumi dan langit. Jika orang itu naik ke atas langit , dia  melihat pohon-pohon lebih kecil, jika dia  bergerak ke bumi, dia melihat pohon-pohon itu jadi lebih besar.

“Kita tak dapat mengatakan bahwa sesuatu itu kecil atau besar secara absolut. Tetapi kita dapat mengatakan itu lebih kecil atau lebih besar dalam hubungan kepada obyek yang lain,”  tutur Al-Kindi.   Kesimpulan yang sama diungkapkan Einsten sekitar 11 abad setelah  Al-Kindi wafat.

Menurut Einstein, tak ada hukum yang absolut dalam pengertian hukum tak terikat pada pengamat. Sebuah hukum, harus dibuktikan melalui pengukuran. Al-Kindi  menyatakan, seluruh fenomena fisik, seperti manusia menjadi dirinya adalah relatif dan terbatas.

Meski setiap individu manusia tak terbatas dalam jumlah dan keberlangsungan, mereka terbatas; waktu, gerakan, benda, ruang juga terbatas. Einstein lagi-lagi mengamini pernyataan Al-Kindi yang dilontarkannya pada abad ke-11 M. “Eksistensi dunia ini terbatas, meskipun eksistensi tak terbatas,” papar Einstein.

Dengan teori itu, Al-Kindi tak hanya mencoba menjelaskan seluruh fenomena fisik. Namun, juga dia membuktikan eksistensi Tuhan, karena itu adalah konsekuensi logis dari teorinya. Di akhir hayatnya, Einsten pun mengakui eksistensi Tuhan. Teori relativitas yang diungkapkan kedua ilmuwan berbeda zaman itu itu pada dasarnya sama. Hanya saja,  penjelasan Einstein telah dibuktikan dengan sangat teliti.

Bahkan, teori relativitasnya telah digunakan untuk pengembangan energi, bom atom dan senjata nuklir pemusnah massal. Sedangkan, Al-Kindi mengungkapkan teorinya itu untuk membuktikan eksistensi Tuhan dan Keesaan-Nya.  Sayangnya, pemikiran cemerlang sang saintis Muslim  tentang teori relativitas itu itu tidak dipopulerkan, bahkan di kalangan kaum muslimin sendiri hanya sedikit yang mengetahuinya.

Relativitas Dalam Al Qur’an

Sesungguhnya, konsep tentang relativitas ruang dan waktu ini sudah tidak asing lagi bagi kalangan ilmuwan Islam terdahulu. Karena di dalam Al Qur’an telah disebutkan berbagai ayat yang mengisyaratkan relatifnya ruang dan waktu. Alam semesta raya ini selalu diselimuti misteri. Kitab suci Al Qur’an yang diturunkan kepada umat manusia merupakan kuncinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjanjikan bahwa Al Qur’an merupakan petunjuk hidup bagi orang-orang yang bertakqwa.  Untuk membuka selimut misteri alam semesta itu, Sang Khalik memerintahkan agar manusia berpikir.

Inilah beberapa keajaiban ayat Al Qur’an yang membuktikan teori relativitas itu: “…. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung.” (QS: Al-Hajj: 47).

“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (Qs: As-Sajdah: 5).

“Yang datang dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” (QS. Al Ma’aarij: 3-4).

“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya. Padahal ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS: An-Naml:88).

“Allah bertanya: ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab: ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman: ‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui’.” (QS. Al Mu’minuun: 112-114).

Sangat banyak ilmuan-ilmuan muslim dengan segala penemuan pentingnya yang mewarnai dunia ilmu pengetahuan hari ini, penemuan itu tentunya tak terlepas dari pemahaman mereka terhadap Al Qur’an yang memperkuat teori mereka. Tapi sayangnya fakta akan kecerdasan para ilmuan muslim melalui teorinya ‘dicontek’ oleh para ‘ilmuan’ barat. Sehingga sedikit demi sedikit nama ilmuan muslim tertelan oleh zaman modern, seiring munculnya ‘teori baru’ yang ‘katanya’ dipopolerkan oleh para orang-orang barat. Sehingga tanpa disadari kitapun menjadi pengagum dan penganut teorinya mereka.

Karena keajaiban Al Qur’an itu, Einstein pernah mengungkapkan kebenaran Al Qur’an dalam sebuah tulisannya: “Al Qur’an bukanlah buku seperti aljabar atau geometri. Namun, Al Qur’an adalah kumpulan aturan yang menuntun umat manusia ke jalan yang benar. Jalan yang tak dapat ditolak para filosof besar,” ungkap Einstein.

Oleh karena itu sudah sepantasnya kita menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman hidup, siapapun kita, apapun profesi kita dan dimanapun kita berada, karena Al Qur’an adalah sumber dari segala sumber ilmu pengetahuan yang akan berlaku sampai akhir zaman.

Wallahu a’lam.