Refleksi Seperempat Abad

Setiap hembusan nafas telah ditetapkan, setiap detik akan terlewatkan dan setiap waktu akan dipertanggungjawabkan -AFDHAL-

Berawal dari perjalanan singkat ini, dengan beragam warna yang tak bisa dipungkiri, kadang suka kadang duka, kadang benci kadang rindu, kadang cinta kadang jenuh, silih beganti mengisi ruang hampa kehidupan. Semua dilalui demi sebuah harapan dan cita-cita. Kita tahu betapa pahitnya kenyataan sehingga banyak yang dirasakan ujian dan cobaan, tapi apapun itu, harus dihadapi dengan ketabahan dan kesabaran. Tentunya, karena sebuah keyakinan bahwa Allah tidak selamanya memenuhi apa yang kita inginkan, namun Dia akan selalu memberi apa yang kita butuhkan.

Siklus waktu menyeret kita jauh, dan semakin jauh. Membawa sosok yang tak berdaya ini masuk dalam perputaran roda kehidupan dan mempermainkannya dalam setiap episode petualangan hidup. Sehingga seiring berjalannya waktu tak sedikit manusia ‘mungkin’ telah berevolusi atau bermetamorfosa menjadi makhluk habituatif, terbiasa melihat keanehan dan memakluminya.

Hari ini 15 Mei, menurut orang tua saya, hari ini adalah hari yang bersejarah dalam hidupku, karena pada hari yang sama sekitar seperempat abad yang silam, saat itu pertama kali saya menghirup udara kehidupan didunia ini. Terngiang jelas wejangan Imam Al Ghazali tentang makna waktu bahwa “Yang terjauh dari diri seorang manusia adalah MASA LALU nya”Hari ini, kurang lebih 25 tahun dalam hitungan matematika keberadaan saya di dunia fana dan semu ini. satu tahun berkurang jatah hidup dan satu tahun bertambah hitungan mundur sisa hidup saya.

Meskipun sebnarnya saya tidak bisa menjadi saksi akan kebenaran hal tersebut. Tapi paling tidak lembaran-lembaran kertas legal dan kartu identitas selalu berkata demikian adanya, plus ucapan-ucapan selamat yang ramai diucapkan oleh orang-orang kepada saya setiap tanggal itu. Tak terkecuali pada hari ini, wall facebook saya terasa sesak oleh ucapan-ucapan yang serupa. Ucapan-ucapan itulah yang membangunkan kesadaran saya pada hari ini, yang sebelumnya hampir lupa pada sebuah moment yang mungkin dianggap istimewa oleh banyak orang.

Namun paling tidak angka “Lima belas kosong lima” ini memang terkadang unik bagi saya, karena sejak di bangku SD, SMP, SMA, sampai di perguruan tinggi selalu ada teman sekelas saya yang lahir pada tanggal itu, bahkan Tokoh Nasional sekaligus mantan Wakil Presiden RI, Bapak Jusuf Kalla juga lahir pada tanggal 15 Mei, kalau tidak salah. Tapi, sekali lagi tak ada yang istimewa pada hari ini. Karena saya lebih tertarik mengingat hari bersejarah itu setiap tanggal 17 Ramadhan dalam penanggalan Islam.

Beberapa ucapan dan nasehat datang dari kawa-kawan saya, seakan melumpuhkan keangkuhan dan mengingatkan saya akan seperempat abad telah berlalu dalam catatan hidup ini, artinya  jatah hidup di dunia fana ini semakin berkurang. Seketika pikiranku melayang jauh kembali ke masa lalu betapa banyak waktu yang telah kubiarkan berlalu begitu saja. Sanggupkah saya mempertanggungjawabkan detik demi detik yang telah mengisi kehidupan ini?

Seperti itulah rentetan waktu dalam hidup. Kadang mengalir tak terasa. Kadang merambat panjang dan membosankan. Siapakah yang dapat luput darinya selama kita ada? Maka alangkah bijaknya jika setiap saat meninjau kembali segala apa yang telah terjadi. Mencoba untuk menemukan asal dari apa yang kita hadapi saat ini. Maka sungguh jelas, bahwa hari ini adalah hasil dari pilihan-pilihan yang telah kita ambil di masa lampau. Dan setiap pilihan kita kemarin menuntut tanggung jawab yang harus kita pikul hari ini dan akan datang. Karena itu, pahit atau manisnya kehidupan menuntut kita untuk menerima kenyataan. Menerima apa pun hasil dari pilihan kita. Kita dituntut untuk bertanggung jawab atas segala pilihan kita sendiri. Ya, itulah hakikat kehidupan?

Penyesalan mungkin perlu ada. Ya, memang perlu ada. Tetapi putus asa? Jika merasa sesak dengan ketakberdayaan dan kepahitan menimpa kita akibat dari segala pilihan hidup yang telah kita ambil sendiri, lalu apakah pantas kita untuk berputus asa? Jika demikian, itu berarti bahwa kita tidak mampu untuk bertanggung jawab atas apa yang telah kita lakukan.

Kita hidup dengan pilihan-pilihan kita sendiri. Sesulit apa pun situasi yang kita hadapi. Maka jika saat ini kita merasa gagal, kita sesali itu. Dan karena itu kita harus mengadakan pilihan-pilihan baru. Agar hidup kita kembali di jalur yang kita inginkan. Bukan dengan merasa hampa dan tak berbuat apa-apa lagi. Cukuplah Allah sebagai penolong.

Hari ini ada harapan dan kekhawatiran. Rasa syukur atas waktu yang telah kita terima. Rasa khawatir karena waktu yang kian singkat, tanpa pernah tahu apa yang telah saya perbuat untuk Islam, tanpa pernah tahu apakah amalan saya selama ini diterima oleh Allah atau tidak. Jiwa ku yang kelam, karam di kawah berlumpur, hatipun bergejolak teringat tingkah congkak yang membuat semuanya mungkin saja tertolak. Aku masih ingat tentang alasan banyak kesibukan dunia yang diukir hingga prioritas ibadah jadi tersingkir. Dosa dan salah di masa lalu tenggelam dalam nikmatnya waktu kini semua membayang di benak ku. Teringat saat Berdiri angkuh menengadah menantang langit, seolah menganggap diri paling cerdas mengklaim diri paling tahu dan mengaku paling bijaksana. Na’udzubillah.

Walau hanya bermodalkan setetes ilmu di samudera pengetahun Allah yang tak bertepi, sungguh malu rasanya saat perasaan itu melintas dalam hati ku karena hadirnya perasaan itu adalah bukti yang sebenarnya bukti jiwaku masih rapuh dan terpenjara. Aku ingat semua itu.

Dengan memohon ampunan dan rahmat, semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk-Nya bagi kita semua, agar kita mampu menjadi pemeran terbaik dalam setiap episode pentas kehidupan ini, melewati tantangan dan ujian hingga saat yang dinantikan itu tiba.

Hakikatnya hidup ini merupakan rangkaian proses belajar dan menempa diri agar menjadi lebih baik senantiasa. Sungguh, begitu banyak hal dapat disajikan dari perjalanan detik demi detik kehidupan kita. Hal-hal yang kita rasakan, kita lihat, kita dengar, kita keluarkan melalui lisan, semuanya bisa menjadi sesuatu yang sarat makna dan dapat memperkaya khazanah pengalaman kita untuk selanjutnya dijadikan modal bagi proses perbaikan diri, jika kita mau tentunya.

Ketika kita hanya memandang sesuatu dengan cara biasa, semuanya akan tampak biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. Namun banyak hal kecil yang sesungguhnya memiliki makna yang begitu besar, jika saja kita mau sedikit memperhatikan, sedikit melihat lebih ke dalam, dan sedikit saja berpikir. seakan memang demikianlah seharusnya. Semoga hari esok lebih dari hari kemarin. Wallahul musta’an.

Bila waktu telah berakhir, teman sejati tinggallah amal

Bila waktu telah terhenti teman sejati tinggallah sepi

-Opick-

About afdhal

Failure is the first step to success

Posted on Mei 15, 2012, in Uncategorized and tagged , , , . Bookmark the permalink. Tinggalkan komentar.

Tinggalkan komentar