Daily Archives: April 19, 2012

Dunia dan Bangkai Kambing

“Pada hari itu (kiamat) tidak bermanfaat harta dan keturunan kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang besih.” (QS. Asy Syu’ara: 88-89)

Dunia dan bangkai kambing? nyambung di mana? mungkin ada sebagian orang yang berpikir seperti itu ketika melihat judul tulisan ini. Kalau gak percaya baca aja tulisan ini sampai tuntas, maka anda akan menemukan titik temunya ada apa antara dunia dan bangkai kambing.

Senin sore beberapa pekan yang lalu, seorang teman dari Yaman datang ke kamar saya. Awalnya mungkin hanya sekedar bincang-bincang dan cerita-cerita biasa, tentang kuliah dan tentunya tentang Indonesia. Maklumlah yang saya ketahui dia adalah sosok yang sangat mengagumi Indonesia, entah mengapa? Yang jelas saya pernah dengar dia ingin sekali berkunjung ke Indonesia, tapi sayang visanya tidak ada. Dia sangat yakin kalau ‘Islam’ di Indonesia itu sangat bagus, negara dengan jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia, negara seribu pulau yang sangat indah, negara yang punya industri perfilman yang kreatif. Pokoknya banyak deh yang dia kagumi tentang Indonesia.

Selanjutnya dia minta izin untuk meng-copy file film Indonesia yang ada di laptop saya, karena memang dia adalah penggemar cerita film Indonesia. Kemudian dia minta tolong diambilkan hardisk dalam tasnya. Saat saya membuka tasnya saya melihat beberapa kepingan yang mirip dengan uang seratus-dua ratusan rupiah. Kemudian saya tanya tentang kepingan itu, ternyata itu adalah Dirham. Iya, jujur saja bahwa saya belum pernah melihat Dirham sebelumnya. Saya perhatiakan satu persatu kepingan itu, terbaca jelas dengan font arabnya satu, dua dan tiga dirham. Saya mengambil kepingan yang terkecil, ternyata itu adalah satu dirham. Lalu saya bertanya tentang nilainya jika di konnversi ke Dollar atau Rupiah karena memang dia paham juga nilai rupiah, ternyata 1 Dirham itu nilainya sekitar 41.500 Rupiah

Nah, melihat kepingan satu Dirham itu, saya jadi teringat hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang intinya menyebutkan bahwa kehidupan dunia ini tidak lebih baik dari seekor bangkai kambing yang cacat. Mengapa demikian? Iya, itulah dunia. 

Hakikat Dunia

Sesungguhnya, kehidupan dunia ini adalah kehidupan yang sementara dan sebentar. Kesenangan-kesenangan di dalamnya adalah kesenangan yang menipu, fana, tidak kekal, tidak sempurna, dan pasti akan berakhir. Semua yang hidup akan menemui kematiannya. Allah berfirman, ”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185)

Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati sebuah pasar melalui sebagian jalan dari arah pemukiman, bersama dengan para sahabat yang menyertai beliau. Lalu beliau melewati bangkai seekor kambing yang telinganya cacat (berukuran kecil). Beliau pun mengambil kambing itu seraya memegang telinganya. Kemudian beliau berkata, “Siapakah di antara kalian yang mau membelinya dengan harga satu dirham?” Mereka menjawab, “Kami sama sekali tidak berminat untuk memilikinya. Apa yang bisa kami perbuat dengannya?” Beliau kembali bertanya, “Atau mungkin kalian suka kalau ini gratis untuk kalian?” Mereka menjawab, “Demi Allah, seandainya hidup pun maka binatang ini sudah cacat, karena telinganya kecil. Apalagi kambing itu sudah mati?” Beliau pun bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya dunia lebih hina di sisi Allah dari pada bangkai ini di mata kalian.” (HR. Muslim).

Hadits tersebut menerangkan kepada kita betapa tidak ada nilainya kekayaan dunia semata jika  tidak disertai dengan keimanan. Oleh sebab itu sebanyak apa pun harta yang dimiliki oleh seseorang jika tidak dilandasi dengan keimanan kepada Allah dan rasul-Nya, maka di akherat harta itu tidak bermanfaat  bagi pemiliknya. Sebagaimana Allah ta’ala tegaskan hal ini dalam ayat (yang artinya), “Pada hari itu -kiamat- tidak bermanfaat harta dan keturunan kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (QS. Asy-Syu’ara: 88-89).

Sa’id bin Jubair bertutur, “Kesenangan yang menipu adalah apa saja yang melalaikanmu dari mencari akhirat. Adapun yang tidak melalaikanmu, maka itu bukan kesenangan yang menipu, tetapi kesenangan yang akan mengantarkan kepada kesenangan yang lebih baik lagi.”

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu pernah melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berbaring diatas tikar berserat dan membekas ditubuh beliau. Maka Ibnu Mas’ud menawarkan tikar yang lebih nyaman untuk beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam. Akan tetapi, apa jawaban Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam? Beliau bersabda, “Apa urusanku dengan dunia ini? Tidaklah aku dibandingkan dunia kecuali seperti orang yang bepergian yang berteduh di bawah pohon kemudian istirahat, dan pergi meninggalkannya.” (HR. At-tirmidzi, dan berkata, “Hadits hasan shahih.”

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Bagi semua orang, dunia ini adalah tamu, dan harta itu adalah pinjaman. Setiap tamu pasti akan pergi lagi, dan setiap pinjaman pasti harus dikembalikan.”

Demikianlah kehidupan dunia, sangat remeh dalam pandangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Maka kita sebagai umat beliau, sudah semestinya mempunyai pandangan yang sama dengan beliau dalam meletakkan posisi dunia.

Akhirat Adalah Kehidupan Sebenarnya 

Sebagai seorang muslim, kita harus meyakini adanya kehidupan akhirat setelah kita dimatikan oleh Allah ta’ala di dunia ini. Allah berfirman, “Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” (QS. Al-Mukminun: 15-16)

Akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya. Artinya, kehidupan akhirat akan berlangsung abadi, kekal selamanya, tidak ada kematian setelahnya. Allah mencela orang-orang yang lebih mengutamakan dunia dan melalaikan akhirat dengan berfirman, “Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al-A’la: 16-17). Allah juga berfirman, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’aam: 32)

Di akhirat nanti, ada 2 golongan yang sangat berbeda jauh keadaannya. Golongan yang bahagia berada di surga dan golongan yang sengsara terpuruk di neraka. Lalu, manakah yang akan kita pilih?

Dunia, Tempat  Berbekal Untuk Akhirat

Bekal yang terbaik adalah takwa, yaitu iman dan amal shalih. Maka dari itu, orang yang cerdas adalah orang yang mempersiapkan kehidupan setelah mati. Orang yang cerdas adalah orang yang mengutamakan kehidupan akhirat dengan mengambil bekal sebanyak-banyaknya di dunia ini. Apalah arti dunia? Hanya orang bodoh yang lebih mengutamakan kenikmatan yang fana, sedikit, dan sementara dibanding kenikmatan yang sempurna, kekal, selamanya. Semoga Allah memudahkan kita untuk mempersiapkan bekal untuk akhirat kita.

Terakhir, ada seorang alim yang masyur yaitu Ibnu al-Mubarak pernah berkata, “Puisi Adi ibn Zaid lebiha aku sukai dari istana Amir Thahir ibn al-Husein, jika memang istana itu milikku”. Puisi yang indah itu berbunyi demikian:

Wahai orang yang mencela dan menghina orang lain,
apakah kau lepas dari ujian dan cobaan?
Atau kau punya janji kuat dari hari-hari?
engkau adalah orang bodoh dan tertipu
 

Artinya: Wahai orang yang selalu menghina dan melecehkan orang lain, apakah Anda terikat janji untuk tidak terkena musibah seperti mereke? Ataukah hari-hari memberi jaminan untuk keselamatan Anda dari berbagai bencana dan cobaan? Lalu mengapa Anda selalu mencela?

Dalam sebuah hadits sahih disebutkan: “Seandainya dunia ini di sisi Allah sama nilainya dengan sayap seekor nyamuk, niscaya Allah tidak akan pernah memberi minum seorang kafir walau seteguk air”. Menurut Allah, dunia tidak lebih berharga dari sayap seekor nyamuk. Inilah hakikat dunia, nilai dan timbangannya disisi Allah. Lalu mengapa harus takut dan resah karenanya?

Kebahagiaan adalah Anda merasa aman dengan diri, masa depan, keluarga, dan kehidupan Anda sendiri. Dan, semua ini terhimpun dalam keimanan, ridha kepada Allah, ridha terhadap ketentuan-Nya, dan qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada), karena kehidupan dunia ini tidak lebih dari pada seekor bangkai kambing.

Wallahu ta’ala a’lam.

Rujukan:

  • Tazkiyatun Nafs (Ibnu Rajab Al-Hambali, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Imam Al-Ghazali)
  • Kesempurnaan Pribadi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu)
  • Shaidul Khatir, Cara Manusia Cerdas Menang Dalam Hidup (Ibnul Jauzi)
  • La Tahzan-Jangan Bersedih (DR. ‘Aidh al-Qarni)